A.
Zat Aditif dalam Bahan Makanan
Setiap hari kita memerlukan makanan
untuk mendapatkan energi (karbohidrat dan lemak) dan untuk pertumbuhan sel-sel
baru, menggantikan sel-sel yang rusak (protein). Selain itu, kita juga memerlukan makanan sebagai sumber
zat penunjang dan pengatur proses dalam tubuh, yaitu vitamin, mineral, dan air. Sehat tidaknya suatu makanan tidak
bergantung pada ukuran, bentuk, warna, kelezatan, aroma, atau kesegarannya,
tetapi bergantung pada kandungan zat yang diperlukan oleh tubuh. Suatu makanan
dikatakan sehat apabila mengandung satu macam atau lebih zat yang diperlukan
oleh tubuh. Setiap hari, kita perlu mengonsumsi makanan yang beragam agar semua
jenis zat yang diperlukan oleh tubuh terpenuhi. Hal ini dikarenakan belum tentu
satu jenis makanan mengandung semua jenis zat yang diperlukan oleh tubuh setiap
hari. Supaya orang tertarik untuk memakan suatu makanan, seringkali kita perlu
menambahkan bahan-bahan tambahan ke dalam makanan yang kita olah.
Bisa kita
perkirakan bahwa seseorang tentu tidak akan punya selera untuk memakan sayur
sop yang tidak digarami atau bubur kacang hijau yang tidak memakai gula. Dalam
hal ini, garam dan gula termasuk bahan tambahan. Keduanya termasuk jenis zat
aditif makanan. Zat aditif bukan hanya garam dan gula saja, tetapi masih banyak bahan-bahan kimia lain. Zat
aditif makanan ditambahkan dan dicampurkan pada waktu pengolahan makanan untuk
memperbaiki tampilan makanan, meningkatkan cita rasa, memperkaya kandungan
gizi, menjaga makanan agar tidak cepat busuk, dan lain sebagainya.
Bahan yang
tergolong ke dalam zat aditif makanan harus dapat:
1. memperbaiki kualitas atau gizi
makanan;
2. membuat
makanan tampak lebih menarik;
3. meningkatkan cita rasa makanan;
dan
4. membuat
makanan menjadi lebih tahan lama atau tidak cepat basi dan busuk.
Zat-zat aditif tidak hanya zat-zat yang
secara sengaja ditambahkan pada saat proses pengolahan makanan berlangsung,
tetapi juga termasuk zat-zat yang masuk tanpa sengaja dan bercampur dengan
makanan. Masuknya zat-zat aditif ini mungkin terjadi saat pengolahan,
pengemasan, atau sudah terbawa oleh bahan-bahan kimia yang dipakai. Zat aditif
makanan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1. Zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti
lesitin dan asam sitrat;
2. Zat aditif sintetik dari bahan kimia yang memiliki sifat
serupa dengan bahan alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun
sifat/fungsinya, seperti amil asetat dan asam askorbat.
Berdasarkan
fungsinya, baik alami maupun sintetik, zat aditif dapat dikelompokkan sebagai
zat pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa. Zat aditif dalam produk
makanan biasanya dicantumkan pada kemasannya.
1. Zat Pewarna
Pemberian
warna pada makanan umumnya bertujuan agar makanan terlihat lebih segar dan
menarik sehingga menimbulkan selera orang untuk memakannya. Zat pewarna yang
biasa digunakan sebagai zat aditif pada makanan adalah:
Zat pewarna
alami, dibuat dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu, misalnya warna
hijau dari daun pandan atau daun suji, warna kuning dari kunyit.
tahu yang berwarna kuning berasal dari
kunyit. Karena jumlah pilihan warna dari zat
pewarna alami terbatas maka dilakukan upaya menyintesis zat pewarna yang cocok
untuk makanan dari bahan-bahan kimia.
Zat pewarna
sintetik, dibuat dari bahan-bahan kimia. Dibandingkan dengan pewarna alami,
pewarna sintetik memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki pilihan warna yang
lebih banyak, mudah disimpan, dan lebih tahan lama. Beberapa zat pewarna
sintetik bisa saja memberikan warna yang sama, namun belum tentu semua zat
pewarna tersebut cocok dipakai sebagai zat aditif pada makanan dan minuman.
Berdasarkan sifat kelarutannya, zat pewarna makanan
dikelompokkan menjadi dye dan lake. Dye merupakan zat
pewarna makanan yang umumnya bersifat larut dalam air. Dye biasanya
dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan. Lake merupakan
gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu zat
tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka zat warna kelompok
ini cocok untuk mewarnai produk-produk yang tidak boleh terkena air atau produk
yang mengandung lemak dan minyak.
2. Zat Pemanis
Zat pemanis
berfungsi untuk menambah rasa manis pada makanan dan minuman. Zat pemanis dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
Zat pemanis
alami. Pemanis ini dapat diperoleh dari tumbuhan, seperti kelapa, tebu, dan
aren. Selain itu, zat pemanis alami dapat pula diperoleh dari buahbuahan dan
madu. Zat pemanis alami berfungsi juga sebagai sumber energi. Jika kita
mengonsumsi pemanis alami secara berlebihan, kita akan mengalami risiko
kegemukan. Orang-orang yang sudah gemuk badannya sebaiknya menghindari makanan
atau minuman yang mengandung pemanis alami terlalu tinggi. Gula termasuk zat pemanis alami, spartam
relatif aman digunakan dibandingkan sakarin/ siklamat.
Zat pemanis buatan. Pemanis buatan
tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia sehingga tidak berfungsi sebagai sumber
energi. Oleh karena itu, orang-orang yang memiliki penyakit kencing manis (diabetesmelitus)
biasanya mengkonsumsi pemanis sintetik sebagai pengganti pemanis alami.
Contoh pemanis
sintetik, yaitu sakarin, natrium siklamat, magnesium siklamat, kalsium siklamat , aspartam, dan dulsin. Pemanis buatan
memiliki tingkat kemanisan yang lebih tinggi dibandingkan pemanis alami.
Garam-garam siklamat memiliki kemanisan 30 kali lebih tinggi
dibandingkan kemanisan sukrosa. Namun, kemanisan garam natrium dan kalsium dari
sakarin memiliki kemanisan 800 kali dibandingkan dengan kemanisan sukrosa 10%.
Walaupun pemanis buatan memiliki kelebihan dibandingkan pemanis alami, kita
perlu Menghindari konsumsi yang berlebihan karena dapat memberikan efek samping
bagi kesehatan. Misalnya,
penggunaan sakarin yang berlebihan selain akan menyebabkan rasa makanan terasa
pahit juga merangsang terjadinya tumor pada bagian kandung kemih. Contoh lain, garam-garam siklamat pada
proses metabolisme dalam tubuh dapat menghasilkan senyawa sikloheksamina
yang bersifat karsinogenik (senyawa yang dapat menimbulkan penyakit kanker).
Garam siklamat juga dapat memberikan efek samping berupa gangguan pada sistem
pencernaan terutama pada pembentukan zat dalam sel.
3. Zat Pengawet
Ada sejumlah
cara menjaga agar makanan dan minuman tetap layak untuk dimakan atau diminum
walaupun sudah tersimpan lama. Salah satu upaya tersebut adalah dengan cara
menambahkan zat aditif kelompok pengawet (zat pengawet) ke dalam makanan dan
minuman. Zat pengawet adalah zat-zat yang sengaja ditambahkan pada bahan
makanan dan minuman agar makanan dan minuman tersebut tetap segar, bau, dan
rasanya tidak berubah, atau melindungi makanan dari kerusakan akibat membusuk
atau terkena bakteri/jamur.
Karena penambahan zat aditif, berbagai makanan
dan minuman masih dapat dikonsumsi sampai jangka waktu tertentu, mungkin
seminggu, sebulan, setahun, atau bahkan beberapa tahun. Dalam makanan atau
minuman yang dikemas dan dijual di toko-toko atau supermarket biasanya
tercantum tanggal kadaluarsanya, tanggal yang menunjukkan sampai kapan makanan
atau minuman tersebut masih dapat dikonsumsi tanpa membahayakan kesehatan.Seperti
halnya zat pewarna dan pemanis, zat pengawet dapat dikelompokkan menjadi zat
pengawet alami dan zat pengawet buatan.
a. Zat
pengawet alami berasal dari alam, contohnya gula (sukrosa) yang dapat dipakai
untuk mengawetkan buah-buahan (manisan) dan garam dapur yang dapat digunakan
untuk mengawetkan ikan.
b. Zat pengawet
sintetik atau buatan merupakan hasil sintesis dari bahan-bahan kimia.
Contohnya, asam cuka dapat dipakai sebagai pengawet acar dan natrium
propionat atau kalsium propionat dipakai untuk mengawetkan roti dan kue kering.
Garam natrium benzoat, asam sitrat, dan asam tartrat juga biasa dipakai untuk
mengawetkan makanan. Selain zat-zat tersebut, ada juga zat pengawet lain, yaitu
natrium nitrat atau sendawa (NaNO3) yang berfungsi untuk menjaga agar tampilan
daging tetap merah. Asam fosfat yang biasa ditambahkan pada beberapa minuma
penyegar juga termasuk zat pengawet.
Selain pengawet
yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet yang tidak boleh
dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Zat pengawet yang dimaksud, di
antaranya formalin yang biasa dipakai untuk mengawetkan benda-benda, seperti
mayat atau binatang yang sudah mati. Pemakaian pengawet formalin untuk
mengawetkan makanan, seperti bakso, ikan asin, tahu, dan makanan jenis lainnya dapat
menimbulkan risiko kesehatan. Selain formalin, ada juga pengawet yang tidak
boleh diperguna kan untuk mengawetkan makanan. Pengawet yang dimaksud adalah
pengawet boraks. Pengawet ini bersifat desinfektan atau efektif dalam
menghambat pertumbuhan mikroba penyebab membusuknya makanan serta dapat
memperbaiki tekstur makanan sehingga lebih kenyal (perhatikan gambar berikut).makanan
yang mengandung pengawet , dulu boraks digunakan pada bakso
Boraks hanya
boleh dipergunakan untuk industri nonpangan, seperti dalam pembuatan gelas,
industri kertas, pengawet kayu, dan keramik. Jika boraks termakan dalam kadar
tertentu, dapat menimbulkan sejumlah efek samping bagi kesehatan, di antaranya:
a. gangguan
pada sistem saraf, ginjal, hati, dan kulit;
b. gejala
pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat;
c. terjadinya
komplikasi pada otak dan hati; dan
d. menyebabkan
kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6 gram.
4. Zat Penyedap
Cita Rasa
Di Indonesia
terdapat begitu banyak ragam rempah-rempah yang dipakai untuk meningkatkan cita
rasa makanan, seperti cengkeh, pala, merica, ketumbar, cabai, laos, kunyit,
bawang, dan masih banyak lagi yang lain. Melimpahnya ragam rempah-rempah ini
merupakan salah satu sebab yang mendorong penjajah Belanda dan Portugis tempo
dulu ingin menguasai Indonesia. Jika rempah-rempah dicampur dengan makanan saat
diolah, dapat menimbulkan cita rasa tertentu pada makanan.
Selain zat
penyedap cita rasa yang berasal dari alam, ada pula yang berasal dari hasil
sintesis bahan kimia. Berikut ini beberapa contoh zat penyedap cita rasa hasil
sintesis:
a. oktil
asetat, makanan akan terasa dan beraroma seperti buah jeruk jika dicampur
dengan zat penyedap ini;
b. etil
butirat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah nanas pada makanan;
c. amil asetat,
akan memberikan rasa dan aroma seperti buah pisang;
d. amil
valerat, jika makanan diberi zat penyedap ini maka akan terasa dan beraroma
seperti buah apel.
Perlu diketahui
bahwa zat pewarna sintetik yang bukan untuk makanan dan minuman (pewarna
tekstil) dapat membahayakan kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh karena
bersifat karsinogen (penyebab penyakit kanker). Oleh karena itu, kamu
harus berhati- hati ketika membeli makanan atau minuman yang memakai zat warna.
Kamu harus yakin dahulu bahwa zat pewarna yang dipakai sebagai zat aditif pada
makanan atau minuman tersebut adalah memang benar-benar pewarna makanan dan
minuman.
Tabel berikut adalah daftar zat pewarna, baik alami
maupun sintetik yang aman dipergunakan sebagai zat pewarna makanan dan minuman:
Warna
|
Nama Zat Warna
|
Nomor Indeks Nama
|
1. Zat Pewarna
Alami
Merah
Merah
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Hijau
Biru
Cokelat
Hitam
Hitam
Putih
2. Zat Pewarna
Sintetik
Merah
Merah
Merah
Oranye
Kuning
Kuning
Hijau
Biru
Biru
Ungu
|
Alkanat
Karmin
Annato
Karoten
Kurkumin
Safron
Klorofil
Ultramin
Karamel
Karbon hitam
Besi oksida
Titanium oksida
CarmoisineS
Amaranth
Erythrosine
unset yellow FCF
Tartrazin
Quineline yellow
Fast green FCF
Briliant Blue FCF
Indigocarmine (indigotine)
Violet GB
|
75520
75470
75120
75130
75300
75100
75810
77007
–
77266
77499
77891
14720
16185
45430
15985
19140
47005
42053
42090
73015
42640
|
Selain zat
penyedap rasa dan aroma, seperti yang sudah disebutkan di atas, terdapat pula
zat penyedap rasa yang penggunaannya meluas dalam berbagai jenis masakan, yaitu
penyedap rasa monosodium glutamat (MSG). Zat ini tidak berasa, tetapi jika
sudah ditambahkan pada makanan maka akan menghasilkan rasa yang sedap. Penggunaan MSG yang berlebihan
telah menyebabkan “Chinese restaurant syndrome” yaitu suatu gangguan
kesehatan di mana kepala terasa pusing dan berdenyut.
Bagi yang
menyukai zat penyedap ini tak perlu khawatir dulu. Kecurigaan ini masih
bersifat pro dan kontra. Bagi yang mencoba menghindari untuk mengonsumsinya,
sudah tersedia sejumlah merk makanan yang mencantumkan label “tidak
mengandung MSG” dalam kemasannya. Pada pembahasan sebelumnya, kamu sudah
mempelajari tentang pengelompokkan zat aditif berdasarkan fungsinya beserta
contoh-contohnya. Perlu kamu ketahui bahwa suatu zat aditif dapat saja memiliki
lebih dari satu fungsi.
Seringkali
suatu zat aditif, khususnya yang bersifat alami memiliki lebih dari satu
fungsi. Contohnya, gula alami biasa dipakai sebagai zat aditif pada pembuatan
daging dendeng. Gula alami tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pemanis,
tetapi juga berfungsi sebagai pengawet. Contoh lain adalah daun pandan yang
dapat berfungsi sebagai pemberi warna pada makanan sekaligus memberikan rasa
dan aroma khas pada makanan. Untuk penggunaan zat-zat aditif alami, umumnya
tidak terdapat batasan mengenai jumlah yang boleh dikonsumsi. perharinya.
Untuk zat-zat
aditif sintetik, terdapat aturan penggunaannya yang telah ditetapkan sesuai Acceptable
Daily Intake (ADI) atau jumlah konsumsi zat aditif selama sehari yang
diperbolehkan dan aman bagi kesehatan. Jika kita mengonsumsinya melebihi ambang
batas maka dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar