RUKUN-RUKUN IMAN
Sebagai salah satu
syarat dari iman adalah adanya keyakinan. Dan keyakinan tersebut dapat muncul
dari pengetahuan atau ilmu tentang hal tersebut. Dan masalah tersebut telah
dijelaskan oleh para ulama dengan penjelasan yang tuntas dan sangat jelas bagi
umat.
1.
Iman kepada Allah Subhanallohu
wa Ta’ala
Kita mengimani Rububiyah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
artinya bahwa Allah adalah Rabb: Pencipta, Penguasa dan Pengatur segala yang
ada di alam semesta ini. Kita juga harus mengimani uluhiyah Allah Subhanahu Wa Ta’ala
artinya Allah adalah
Ilaah (sembahan) Yang hak, sedang segala sembahan selain-Nya adalah batil.
Keimanan kita kepada Allah belumlah lengkap kalau tidak mengimani Asma’ dan
Sifat-Nya, artinya bahwa Allah memiliki Nama-nama yang maha Indah serta
sifat-sifat yang maha sempurna dan maha luhur.
Dan kita mengimani keesaan Allah Subhanallohu wa Ta’aladalam
hal itu semua, artinya bahwa Allah Subhanallohu
wa Ta’ala tiada sesuatupun yang menjadi sekutu bagi-Nya dalam
rububiyah, uluhiyah, maupun dalam Asma’ dan sifat-Nya.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
yang artinya: “(Dia
adalah) Tuhan seluruh langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya.
Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beridat kepada-Nya. Adakah kamu
mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya (yang patut disembah)?”.(QS.Maryam:65)
Dan firman Allah, yang artinya: “Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia-lah yang maha mendengar lagi Maha melihat”. (QS. Asy-Syura:11)
Dan firman Allah, yang artinya: “Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia-lah yang maha mendengar lagi Maha melihat”. (QS. Asy-Syura:11)
2.
Iman Kepada Malaikat
Bagaimana kita mengimani
para malaikat ? mengimani para malaikat Allah yakni dengan meyakini kebenaran
adanya para malaikat Allah Subhanahu
Wa Ta’ala. Dan para malaikat itu, sebagaimana firman-Nya, yang artinya: ”Sebenarnya (malaikat-malaikat itu)
adalah hamba-hamba yang dimuliakan, tidak pernah mereka itu mendahului-Nya
dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (QS.
Al-anbiya: 26-27)
Mereka diciptakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka
mereka beribadah kepada-Nya dan mematuhi segala perintah-Nya. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’, yang
artinya: ” …Dan
malaikat-malaikat yang disisi-Nya mereka tidak bersikap angkuh untuk beribadah
kepada-Nyadan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan
siang tiada henti-hentinya. “ (QS. Al-Anbiya: 19-20).
3.
Iman Kepada Kitab Allah
Kita mengimani bahwa
Allah Subhanahu Wa Ta’ala
telah menurunkan kepada rasul-rasul-Nya kitab-kitab sebagai hujjah buat umat
manusia dan sebagai pedoman hidup bagi orang-orang yang mengamalkannya, dengan
kitab-kitab itulah para rasul mengajarkan kepada umatnya kebenaran dan
kebersihan jiwa mereka dari kemuysrikan. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’, yang
artinya: ”Sungguh, kami
telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah
kami turunkan bersama mereka Al-kitab dan neraca (keadilan) agar manusia
melaksanakan keadilan… “ (QS. Al-Hadid: 25)
Dari kitab-kitab itu,
yang kita kenal ialah :
·
Taurat, yang Allah turunkan kepada nabi Musa
alaihi sallam,
sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Maidah: 44.
·
Zabur, ialah kitab yang diberikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada
Daud alaihi sallam.
·
Injil, diturunkan Allah kepada nabi Isa, sebagai pembenar
dan pelengkap Taurat. Firman Allah : ”…Dan
Kami telah memberikan kepadanya (Isa) injil yang berisi petunjuk dan nur, dan
sebagai pembenar kitab yang sebelumnya yaitu Taurat, serta sebagai petunjuk dan
pengajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS : Al-Maidah : 46)
·
Shuhuf, (lembaran-lembaran) yang diturunkan
kepada nabi Ibrahim dan Musa, ‘Alaihimas-shalatu
Wassalam.
·
Al-Quran, kitab yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala turunkan
kepada Nabi Muhammad shalallohu
‘alahi wa sallam, penutup para nabi. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang
artinya: ” Bulan Ramadhan
yang diturunkan padanya (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi umat manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang haq dan
yang batil…” (QS. Al Baqarah: 185).
4. Iman Kepada Rasul-Rasul
Kita mengimani bahwa
Allah Subhanahu Wa Ta’ala
telah mengutus rasul-rasul kepada umat manusia, Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang
artinya: ” (Kami telah
mengutus mereka) sebagai rasul-rasul pembawa berita genbira dan pemberi
peringatan, supaya tiada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah
(diutusnya) rasul-rasul itu. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS.
AN-Nisa: 165).
Kita mengimani bahwa
rasul pertama adalah nabi Nuh dan rasul terakhir adalah Nabi Muhammad shalallohu ‘alahi wa sallam,
semoga shalawat dan salam sejahtera untuk mereka semua. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang
artinya: ”Sesungguhnya
Kami telahmewahyukan kepadamu sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan
nabi-nabi yang (datang) sesudahnya…”
(QS. An-Nisa: 163).
5.
Iman Kepada Hari Kiamat
Kita mengimani kebenaran
hari akhirat, yaitu hari kiamat, yang tiada kehidupan lain sesudah hari
tersebut.
Untuk itu kita mengimani
kebangkitan, yaitu dihidupannya semua mahkluk yang sesudah mati oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Firman Allah Subhanahu Wa
Ta’ala, yang artinya:”Dan
ditiuuplah sangkakala, maka matilah siapa yang ada dilangit dan siapa yang ada
di bumi kecuali yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali
lagi, maka tiba-tiba mereka bangkitmenunggu (putusannya masing-masing).” (QS.
Az-Zumar: 68)
Kita mengimani adanya
catatan-catatan amal yang diberikan kepada setiap manusia. Ada yang
mengambilnya dengan tangan kanan dan ada yang mengambilnya dari belakang
punggungnya dengan tangan kiri. Firman Allah Subhanahu
Wa Ta’ala, yang artinya: ”
Adapun orang yang diberikan kitabnya dengan tangan kanannya, maka dia akan diperiksa
dengan pemeriksaan yang mudah dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang
sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari
belakang punggungnya, maka dia akan berteriak celakalah aku dan dia akan masuk
neraka yang menyala.” (QS. Al-Insyiqaq: 13-14).
6.
Iman Kepada Qadar Baik dan Buruk
Kita juga mengimani qadar
(takdir) , yang baik dan yang buruk; yaitu ketentuan yang telah ditetapkan
Allah untuk seluruh mahkluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya dan menurut hikmah
kebijakan-Nya.
Iman
kepada qadar ada empat tingkatan:
1. ‘Ilmu
ialah mengimani bahwa Allah Maha tahu atas segala sesuatu,mengetahui apa yang terjadi, dengan ilmu-Nya yang Azali dan abadi. Allah sama sekali tidak menjadi tahu setelah sebelumnya tidakmenjadi tahu dan sama sekali tidak lupa dengan apa yang dikehendaki.
ialah mengimani bahwa Allah Maha tahu atas segala sesuatu,mengetahui apa yang terjadi, dengan ilmu-Nya yang Azali dan abadi. Allah sama sekali tidak menjadi tahu setelah sebelumnya tidakmenjadi tahu dan sama sekali tidak lupa dengan apa yang dikehendaki.
2. Kitabah
ialah mengimani bahwa Allah telah mencatat di Lauh Mahfuzh apa yang terjadi sampai hari kiamat. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: ”Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. sesungguhnya tu (semua) tertulis dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya Allah yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70)
ialah mengimani bahwa Allah telah mencatat di Lauh Mahfuzh apa yang terjadi sampai hari kiamat. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: ”Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. sesungguhnya tu (semua) tertulis dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya Allah yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70)
3. Masyi’ah
ialah mengimani bawa Allah Subhanahu Wa Ta’ala. telah menghendaki segala apa yang ada di langit dan di bumi, tiada sesuatupun yang terjadi tanpa dengan kehendak-Nya. Apa yang dikehendaki Allah itulah yang terjadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan terjadi.
ialah mengimani bawa Allah Subhanahu Wa Ta’ala. telah menghendaki segala apa yang ada di langit dan di bumi, tiada sesuatupun yang terjadi tanpa dengan kehendak-Nya. Apa yang dikehendaki Allah itulah yang terjadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan terjadi.
4. Khal
Ialah mengimani Allah Subhanahu Wa Ta’ala. adalah pencipta segala sesuatu. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya:” Alah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Hanya kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi.” (QS. Az-Zumar: 62-63).
Ialah mengimani Allah Subhanahu Wa Ta’ala. adalah pencipta segala sesuatu. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya:” Alah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Hanya kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi.” (QS. Az-Zumar: 62-63).
Keempat tingkatan ini meliputi
apa yang terjadi dari Allah Subhanahu
Wa Ta’ala sendiri dan apa yang terjadi dari mahkluk. Maka segala
apa yang dilakukan oleh mahkluk berupa ucapan, perbuatan atau tindakan
meninggalkan, adalah diketahui, dicatat dan dikehendaki serta diciptakan oleh
Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
RUKUN-RUKUN ISLAM
1. Pilar Islam Pertama: Dua Kalimat Syahadat
Inilah pilar Islam yang
pertama dan utama yaitu persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak untuk
disembah selain Allah subhanahu wa ta’ala dan persaksian bahwa Muhammad adalah
utusan Allah. Tanpa adanya pilar ini, maka tidak ada bangunan Islam dari diri
seseorang. Demikian pula jika pilar ini hancur, maka akan ikut hancur pula
bangunan Islam dari diri seseorang. Oleh karena itu sudah seharusnya seorang
muslim memperhatikan dan senantiasa memelihara hal yang satu ini dalam seluruh
waktu dan kehidupannya.
Persaksian
bahwa tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah subhanahu wa
ta’ala dan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah tidak cukup hanya
sekedar di lisan saja, namun lebih dari itu, seorang yang bersaksi haruslah
mengetahui dan meyakini hal yang dia saksikan serta mengamalkan konsekuensi
kesaksiannya tersebut. Jika ada seorang saksi yang berbicara dengan lisannya
bahwa dia telah melihat sesuatu namun ternyata hal tersebut tidaklah benar
alias dia hanya berbohong maka saksi seperti ini disebut saksi palsu. Demikian
juga, jika ada orang yang mengucapkan kedua kalimat syahadat dengan lisannya,
namun ternyata hatinya tidak meyakininya, maka orang ini adalah seorang
pendusta. Allah subhanahu wa ta’ala menyebutnya sebagai orang munafik ketika
mereka mengatakan bahwa mereka bersaksi bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah utusan Allah, namun Allah mendustakan persaksian palsu mereka yang tidak
muncul keyakinan tersebut. Allah berfirman:
إِذَا جَاءكَ
الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
“Apabila
orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.” Dan Allah mengetahui bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa
sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS. Al Munafiquun: 1)
è Makna "La ilaha Illallah"
Yaitu; tidak
ada yang berhak diibadahi secara hak di bumi maupun di langit melainkan Allah
semata. Dialah ilah yang hak sedang ilah (sesembahan) selain-Nya adalah batil.
Sedang Ilah maknanya ma’bud (yang diibadahi). Artinya secara harfiah
adalah: "Tiada Tuhan Selain
ALLAH"
Orang yang beribadah
kepada selain Allah adalah kafir dan musyrik terhadap Allah sekalipun yang dia sembah itu seorang nabi
atau wali. Sekalipun ia beralasan supaya bisa mendekatkan diri
kepada Allah ta’ala dan bertawasul kepadanya. Sebab orang-orang musyrik
yang dulu menyelisihi Rasul, mereka tidak menyembah para nabi dan wali dan orang soleh
melainkan dengan memakai alasan ini. Akan tetapi itu merupakan alasan batil
lagi tertolak. Sebab mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dan bertawasul
kepada-Nya tidak boleh dengan cara menyelewengkan ibadah kepada selain Allah.
Melainkan hanya dengan menggunakan nama-nama dan sifat-Nya, dengan perantaraan
amal sholeh yang diperintahkan-Nya seperti sholat,
shodaqah, zikir, puasa, jihad, haji, bakti kepada orang tua serta lainnya, demikian pula
dengan perantara doanya seorang mukmin yang masih hidup dan hadir dihadapannya
ketika mendoakan.
Ibadah beraneka ragam:
Diantaranya doa yaitu
memohon kebutuhan dimana hanya Allah
yang mampu melakukannya seperti menurunkan hujan, menyembuhkan orang sakit,
menghilangkan kesusahan yang tidak mampu dilakukan oleh makhluk. Seperti pula
memohon surga dan selamat dari
neraka, memohon keturunan, rizki,
kebahagiaan dan sebagainya.
Semua ini tidak boleh
dimohonkan kecuali kepada Allah.
Siapa yang memohon hal itu kepada makhluk
baik masih hidup atau sudah mati berarti ia telah menyembahnya. Allah ta’ala
berfirman memerintahkan hamba-hamba-Nya supaya berdoa hanya kepada-Nya berikut
mengabarkan bahwa doa itu satu bentuk ibadah. Siapa yang menujukannya
kepada selain Allah maka ia termasuk penghuni neraka. “Dan Robmu berfirman:
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (yakni
berdoa kepada-Ku) akan masuk neraka dalam keadaan hina dina.” (Al
Mukmin: 60)
Tidak sah seseorang bertaqarrub
(mendekatkan diri kepada Allah) dengan cara menyembelih binatang atau
mempersembahkan hewan kurban atau bernadzar kecuali hanya ditujukan kepada
Allah semata. Barangsiapa menyembelih karena selain Allah seperti orang yang
menyembelih demi kuburan atau jin berarti ia telah menyembah selain Allah dan
berhak mendapat laknat-Nya.
Diantara bentuk ibadah: Istighotsah
(memohon bantuan), istianah (memohon pertolongan) dan istiadzah (memohon
perlindungan).
Tidak ada yang boleh dimintai
bantuan ataupun pertolongan ataupun perlindungan kecuali Allah saja. Allah
ta’ala berfirman dalam Al Qur’an Al karim:
“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan
hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” (Al Fatihah:4)
“Katakanlah: Aku berlindung kepada Robb Yang
Menguasai Subuh, dari kejahatan makhluk-Nya." (Al Falaq:1-2)
Manusia tidak boleh
bertawakal selain kepada Allah, tidak boleh berharap selain kepada Allah, dan
tidak boleh khusyu' melainkan kepada Allah semata.
Bentuk menyekutukan Allah
diantaranya berdoa kepada selain Allah baik berupa orang-orang yang masih hidup
lagi diagungkan atau kepada penghuni kubur. Melakukan thowaf
di kuburan mereka dan meminta dipenuhi hajatnya kepada mereka. Ini merupakan
bentuk peribadatan kepada selain Allah dimana pelakunya bukan lagi disebut
sebagai seorang muslim
sekalipun mengaku Islam,
mengucapkan la
ila illallah Muhammad rasulullah, mengerjakan sholat, berpuasa
dan bahkan haji ke baitullah.
è Makna Syahadat “Muhammad Rasulullah”
Makna syahadat Muhammad Rasulullah adalah mengetahui
dan meyakini bahwa Muhammad
utusan Allah kepada seluruh
manusia, dia seorang hamba biasa yang tidak boleh disembah, sekaligus rasul
yang tidak boleh didustakan. Akan tetapi harus ditaati dan diikuti. Siapa yang
menaatinya masuk surga dan siapa yang mendurhakainya masuk neraka. Selain itu anda juga
mengetahui dan meyakini bahwa sumber pengambilan syariat sama saja apakah
mengenai syiar-syiar ibadah ritual yang diperintahkan Allah maupun aturan hukum
dan syariat dalam segala sector maupun mengenai keputusan halal dan haram. Semua itu tidak boleh
kecuali lewat utusan Allah yang bisa menyampaikan syariat-Nya. Oleh karena itu
seorang muslim tidak boleh menerima satu syariatpun yang datang bukan lewat
Rasul SAW. Allah ta’ala berfirman:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah
ia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Al Hasyr:7)
“Maka demi Robbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuh hati."(An Nisa’:65)
Makna
kedua ayat:
1. Pada ayat pertama Allah memerintahkan
kaum muslimin supaya menaati Rasul-Nya Muhammad pada seluruh yang
diperintahkannya dan berhenti dari seluruh yang dilarangnya. Karena beliau
memerintah hanyalah berdasarkan dengan perintah Allah dan melarang berdasar
larangan-Nya.
2. Pada ayat kedua Allah
bersumpah dengan diri-Nya yang suci bahwa sah iman seseorang kepada Allah dan
Rasul-Nya hingga ia mau berhukum kepada Rasul dalam perkara yang
diperselisihkan antara dia dengan orang lain, kemudian ia puas keputusannya dan
menerima dengan sepenuh hati. Rasul SAW bersabda:
“Barangsiapa mengerjakan suatu amal yang tidak ada
contohnya dari urusan kami maka ia tertolak. Diriwayatkan oleh Muslim dan
lainnya.”
Amalan yang dianggap termasuk agama namun
tidak ada contohnya dari Rasul dikenal dengan istilah bid'ah.
2. Pilar Islam Kedua : Sholat
Pilar Islam yang
kedua setelah dua kalimat syahadat adalah menegakkan sholat lima waktu. Bahkan
sholat ini adalah pembeda antara seorang yang beriman dan yang tidak beriman,
sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya
yang memisahkan antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah
meninggalkan sholat.” (HR. Muslim). Oleh karena itu seorang muslim
haruslah memperhatikan sholatnya. Namun sungguh suatu hal yang sangat
memprihatinkan, banyak kaum muslimin di zaman ini yang meremehkan masalah
sholat bahkan terkadang lalai dari mengerjakannya.
Lima
waktu sholat tersebut adalah sholat Zhuhur, sholat Ashar, sholat Magrib, Sholat
Isya dan Sholat Subuh. Inilah sholat lima waktu yang wajib dilakukan oleh
seorang muslim. Mari kita simak sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin
Malik, beliau berkata, “Sholat
lima waktu diwajibkan pada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Isra
Mi’raj sebanyak 50 waktu, kemudian berkurang sampai menjadi 5 waktu kemudian
beliau diseru, “Wahai Muhammad sesungguhnya perkataan-Ku tidak akan berubah dan
pahala 5 waktu ini sama dengan pahala 50 waktu bagimu.” (Muttafaqun
‘alaihi)
Allah
subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
أَقِمِ الصَّلاَةَ
لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ
الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
“Dirikanlah
shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah
pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Isra: 78)
Pada
firman Allah,
أَقِمِ الصَّلاَةَ
لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ
“Dirikanlah
shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam.”
Terkandung di dalamnya kewajiban
mengerjakan sholat Zuhur sampai dengan Isya kemudian pada firman-Nya,
وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ
قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
“Dan
(dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh
malaikat).”
terkandung di dalamnya perintah mengerjakan sholat subuh. (Lihat Syarah Aqidah al Wasithiyyah
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin).
Mendirikan sholat adalah kewajiban
setiap muslim yang sudah baligh dan berakal. Adapun seorang muslim yang hilang
kesadarannya, maka ia tidak diwajibkan mengerjakan sholat berdasarkan hadits
dari Ali rodhiallahu ‘anhu
dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam beliau berkata, “Pena diangkat dari tiga golongan, dari orang yang
tidur sampai dia bangun, dari anak kecil sampai dia mimpi dan dari orang gila
sampai dia sembuh.” (HR. Abu Daud No 12,78 dan 4370 Lihat di Shohih Jami’us Shaghir
3513 ).
Walaupun demikian, wali seorang anak
kecil wajib menyuruh anaknya untuk sholat agar melatih sang anak menjaga sholat
lima waktu. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkanlah
anak kalian yang sudah berumur tujuh tahun untuk mengerjakan sholat, dan
pukullah mereka agar mereka mau mengerjakan sholat saat mereka berumur 10 tahun
dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Hasan, Shahih Jami’us Shaghir
5868, HR. Abu Daud)
3.
Pilar Islam Ketiga: Berpuasa Pada Bulan Ramadhan
Inilah rukun Islam
keempat yang wajib dilakukan oleh seorang muslim yaitu berpuasa selama satu
bulan penuh pada bulan Ramadhan dengan menahan makan, minum dan berhubungan
suami istri serta pembatal lain dari mulai terbit fajar sampai tenggelamnya
matahari. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن
قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ أَيَّاماً مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم
مَّرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ
يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ
لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ شَهْرُ رَمَضَانَ
الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى
وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (yaitu) dalam beberapa hari
yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan , maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur.”
(QS. Al Baqarah: 183-185)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, “Barang siapa yang berpuasa pada
bulan Ramadhan karena beriman dengan kewajibannya dan mengharap pahala dari
Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun
‘Alaihi)
Dalam hadits yang lain,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah
berfirman, seluruh amal anak cucu Adam adalah untuknya sendiri kecuali puasa.
Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Jika
kalian berpuasa, maka janganlah kalian berbicara kotor atau dengan
berteriak-teriak. Jika ada yang menghina kalian atau memukul kalian, maka
katakanlah “aku sedang berpuasa” sebanyak dua kali. Demi Zat yang jiwa Muhammad
berada di tangan-Nya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah
dibandingkan bau minyak kesturi pada hari kiamat nanti. Orang yang berpuasa
mendapatkan dua kebahagiaan, bahagia ketika berbuka berpuasa dan bahagia dengan
sebab berpuasa ketika bertemu dengan Rabbnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam hadits lain,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
di dalam surga terdapat sebuah pintu yang disebut dengan pintu Ar Rayyan. Hanya
orang-orang yang sering berpuasa yang akan memasuki pintu tersebut. Mereka
dipanggil, “Mana orang-orang yang berpuasa?” kemudian mereka masuk ke dalamnya
dan orang-orang selain mereka tidak bisa masuk. Jika mereka sudah masuk, maka
tertutup pintu tersebut dan tidak ada lagi yang masuk selain mereka.”
(Muttafaqun ‘alaihi)
4.
Pilar Islam Keempat: Menunaikan Zakat
Inilah rukun Islam yang ketiga yaitu
menunaikan zakat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا
لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ
وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat. dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)
Allah subhanahu wa ta’ala
juga berfirman ketika mengancam orang-orang yang tidak mau membayar zakatnya,
وَلاَ يَحْسَبَنَّ
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَّهُمْ
بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَلِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka
dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala
warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
(QS. Ali Imran: 180)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda dalam sebuah hadits dari Abu Hurairoh dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
beliau bersabda, “Barang
siapa yang diberikan harta oleh Allah namun dia tidak menunaikan zakatnya pada
hari kiamat dia akan menghadapi ular jantan yang botak kepalanya karena banyak
bisanya dan memiliki dua taring yang akan mengalunginya pada hari kiamat.
Kemudian ular tersebut menggigit dua mulutnya dan berkata, aku adalah harta
simpananmu, aku adalah hartamu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
membaca ayat,
وَلاَ يَحْسَبَنَّ
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَّهُمْ
بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَلِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang
Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu
baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta
yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat.
Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran: 180)
Allah telah memerintahkan
setiap muslim yang memilki harta mencapai nisab untuk mengeluarkan zakat
hartanya setiap tahun. Ia berikan kepada yang berhak menerima dari kalangan
fakir serta selain mereka yang zakat boleh diserahkan kepada mereka sebagaimana
telah diterangkan dalam Al Qur’an.
Nishab emas sebanyak 20
mitsqal. Nishab perak sebanyak 200 dirham atau mata uang kertas yang senilai
itu. Barang-barang dagangan dengan segala macam jika nilainya telah mencapai
nishab wajib pemiliknya mengeluarkan zakatnya manakala telah berlalu setahun. Nishab
biji-bijian dan buah-buahan 300 sha’. Rumah siap jual dikeluarkan zakat
nilainya. Sedang rumah siap sewa saja dikeluarkan zakat upahnya. Kadar zakat
pada emas, perak dan barang-barang dagangan 2,5% setiap tahunnya. Pada
biji-bijian dan buah-buahan 10% dari yang diairi tanpa kesulitan seperti yang
diairi dengan air sungai, mata air yang mengalir atau hujan. Sedang 5% pada
biji-bijian yang diairi dengan susah seperti yang diairi dengan alat penimba
air.
Diantara manfaat
mengeluarkan zakat menghibur jiwa orang-orang fakir dan menutupi kebutuhan
mereka serta menguatkan ikatan cinta antara mereka dan orang kaya
5.
Pilar Islam Kelima: Menunaikan Haji ke Baitullah Jika Mampu
Rukun Islam yang kelima
yaitu menunaikan haji ke Baitullah jika mampu sekali seumur hidup. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ
حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِي
“Mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran: 97)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh, “Umroh yang satu dengan yang
selanjutnya menjadi pelebur dosa di antara keduanya dan tidak ada pahala yang
pantas bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dalam hadits lain yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah berkhotbah, “Wahai
manusia, Allah telah mewajibkan pada kalian ibadah haji, maka berhajilah.”
Kemudian ada seorang laki-laki yang berkata, “Apakah pada setiap tahun wahai
Rasulullah?” kemudian beliau terdiam sampai-sampai laki-laki itu bertanya
sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda, “Seandainya aku katakan Iya,
niscaya akan wajib bagi kalian padahal kalian tidak mampu. Biarkan apa yang aku
tinggalkan karena sesungguhnya sebab kebinasaan orang setelah kalian adalah
banyak bertanya dan menyelisihi nabinya. Jika aku perintahkan satu hal maka
lakukan semampu kalian dan jika aku melarang sesuatu maka jauhilah.”
(HR. Muslim).
Apakah yang dimaksud dengan
mampu pada pelaksanaan ibadah haji? Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi menjelaskan
bahwa kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji terkait dengan 3 hal yaitu:
Pertama, kesehatan
berdasarkan hadits dari ibnu Abbas bahwa ada seorang wanita dari Ja’tsam yang mengadu
pada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Wahai
Rasulullah sesungguhnya ayahku terkena kewajiban haji ketika umurnya sudah tua
dan ia tidak mampu menaiki tunggangannya, apakah aku boleh berhaji untuknya?”
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berhajilah untuknya.”
(Muttafaqun ‘alaihi)
Kedua, memiliki bekal
untuk perjalanan haji pulang-pergi dan memiliki bekal untuk kebutuhan
orang-orang yang wajib dia beri nafkah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Cukuplah seorang disebut
sebagai pendosa jika dia menyia-nyiakan orang yang wajib dia nafkahi.”
(HR. Abu Daud)
Ketiga, aman dari
gangguan dalam perjalanan. Karena menunaikan haji padahal kondisi tidak aman
adalah sebuah bahaya dan bahaya merupakan salah satu penghalang yang
disyariatkan.
(Sumber
Rujukan: Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin)
Sumber: www.mediamuslim.info
Rujukan:
1.
Syarah
Arba’in An Nawawiyah,
Syaikh Shalih bin Abdil ‘Aziiz Alu Syaikh
2.
Taisir
Wushul Ilaa Nailil Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul, Syaikh Nu’man bin Abdil
Kariim Al Watr
3.
Al
Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz Syaikh Abdul ‘azhim Badawi
4. Syarah Aqidah al Wasithiyyah (Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar